Foto: Sohibul Iman (kiri) dan Anies Baswedan (kanan).
Jakarta – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memberikan 2 opsi kepada Anies Baswedan jika mau didukung di Pilkada Jakarta. Opsi pertama yakni Anies maju cagub Jakarta sebagai kader PKS atau kedua Anies berpasangan dengan Sohibul Iman yang didorong sebagai cawagub. Pasca 2 opsi ini, mencuat manuver-manuver yang mungkin terjadi.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (INDOSTRATEGIC), Ahmad Khoirul Umam, membeberkan manuver-manuver tersebut. Dia awalnya bicara terkait hal yang melatarbelakangi keputusan DPP PKS mengusung Sohibul Iman.
“Sikap PKS yang mematok standar negosiasi yang tinggi itu wajar mengingat PKS adalah jawara dalam Pileg 2024 di Jakarta. Dengan bekal 18 kursi, PKS bisa menjadi mesin politik yang efektif untuk pemenangan Pilkada,” kata Umam dalam keterangannya, Senin (24/6/2024).
Umam lalu menyampaikan posisi PKS di level Jakarta. Menurutnya, PKS belum pernah menjadi ‘imam koalisi’ dalam perhelatan Pilkada Jakarta. Sehingga, itu menimbulkan pertanyaan, siapa yang bersedia ikut PKS.
“Sejarah pertarungan politik di level Jakarta belum pernah menempatkan PKS sebagai ‘imam koalisi’. Selama ini PKS hanya ‘makmum’ di belakang barisan besar. Kesiapan dan kesanggupan PKS memimpin pertarungan politik inilah yang masih memunculkan tanda tanya besar, akankah ada partai yang bersedia makmum kepada PKS, dengan segala risiko kekalahan dan potensi kemenangannya?” jelasnya.
Ahmad Khoirul Umam Foto: Ari Saputra
Atas dasar itu lah, Umam menyebut akan muncul manuver-manuver politik. Dia mengambil contoh jika NasDem dan PKB tidak bersedia bersama PKS di Pilkada Jakarta 2024.
“Jika partai-partai seperti NasDem dan PKB sendiri masih belum yakin, maka hal itu akan memaksa PKS untuk membuka pintu negosiasi dan kompromi dengan kekuatan politik lain dalam pembentukan koalisi. Terlebih tidak ada partai yang memiliki Golden Ticket dengan penguasaan 20 persen threshold di Jakarta. Jika Anies bisa tetap meyakinkan NasDem dan PKB untuk mendukungnya, maka PKS besar kemungkinan bersedia menurunkan standarnya di posisi cawagub,” ujar dia.
“Artinya, diusungnya Sohibul Iman oleh DPP PKS ini bukan berarti akan menjadi harga mati, dengan mengunci representasi kekuatan politik PKS di Jakarta itu sebagai calon Gubernur. Dengan menimbang potensi kemenangan yang lebih besar, bisa saja PKS dipaksa menurunkan standar di posisi cawagub, untuk membuka ruang negosiasi politik dengan kekuatan besar lain di Jakarta,” sambungnya.
Lebih lanjut, Umam berpendapat masuk akal jika PKS mendorong Sohibul Iman bersama Anies Baswedan. Dia bicara kedekatan keduanya. “Terlebih relasi Anies dan Shohibul Iman sendiri memiliki basis komunikasi inter-personal yang cukup kuat. Keduanya juga sama-sama mantan akademisi. Baik Anies dan Shohibul Iman juga sama-sama mantan Rektor Universitas Paramadina, Jakarta. Artinya, praktis tidak ada gap komunikasi untuk membangun kesepahaman visi dan misi perjuangan ke depan,” imbuhnya.
Lebih jauh, Umam lalu menerka-nerka jika PDIP bersedia mendukung Anies-Sohibul Iman. Dia menyebut pastinya akan ada tawaran Ketua DPRD Jakarta untuk PDIP.
“Untuk bisa membawa PDIP masuk, maka tawaran skema kompensasi untuk memberikan posisi Ketua DPRD Jakarta tetap kepada PDIP, perlu dipertimbangkan. Tawaran itu akan menjadi sangat menggiurkan, karena PDIP sendiri telah kehilangan basis cukup signifikan di Jakarta, dan terlempar dari posisi jawara di Pileg Jakarta,” tuturnya.
Namun, ketika PKB, NasDem, dan PDIP tidak merespons permintaan PKS ini, Umam berpendapat Koalisi Indonesia Maju yang akan bergerak. Menurutnya, KIM beberapa kali sudah menawarkan posisi cawagub untuk PKS.
“Bisa jadi kartu politik yang telah ditunjukkan PKS ini akan disambar oleh kekuatan politik lain, termasuk dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), yang sempat menawarkan posisi Cawagub Jakarta. PKS yang telah berpuasa 10 tahun dari kekuasaan, bisa saja sangat berkepentingan untuk menjadikan posisi di Pilkada Jakarta ini sebagai ruang negoasiasi politik, terutama dengan kubu KIM, agar PKS bisa ikut masuk ke dalam kekuasaan baru di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran,” ungkapnya.
“Sebab, jika PKS memberikan dukungan kepada Anies, hal itu akan menjadi tantangan serius bagi pemerintahan baru nanti, sebab potensi kemenangan Anies akan menjadi panggung kekuatan oposisi yang lebih besar, yang bisa menjadi kompetitor utama di Pilpres 2029 yang akan datang,” lanjut dia.